Semua orang muak sama sikap aku yang terlalu pemilih.
Bukan bermaksud sombong, melainkan aku hanya memilih siapa yang pantas untuk memiliki aku.
Semenjak hari itu, iya hari itu, dimana aku dilepeh untuk kedua kalinya, Aku sulit jatuh cinta.
Maaf, biar ku revisi, bukan sulit jatuh cinta, namun sulit menetapkan pilihan.
Dua tahun mungkin waktu yang sebentar, waktu yang sebentar untuk mampu tidak menitikkan air mata.
Tapi sudahlah, itu hanya sepenggal masa lalu.
Pernah seringkali aku mencoba menjalani nikmatnya jatuh hati. Awalnya manis, ujung-ujungnya nangis lagi.
Semua gagal, semua hilang, entah kemana.
Sampai akhirnya dimana aku bertemu denganmu disebuah dunia yang tidak nyata.
Iya, dunia yang fana, dunia yang mampu mengelabui semua mata.
Tapi bukan perkara penting bagiku dimana pertama kali kita bertemu, yang terpenting kita bertemu untuk menjadi saling nyata.
Aku trauma, mereka mengagungkan aku, mengindah-indahkan namaku, sebelum bertemu denganku.
Yang pada akhirnya, ketika bertemu mereka gagu karena aku tak sesuai harapannya.
Ha ha ha, sudah biasa.
Sampai akhirnya aku berkenalan dengan kamu, yang selalu bersikap acuh tak acuh.
Dihari kita menjadi nyata untuk satu sama lain, aku terkejut. Terkejut bukan kepalang.
Kamu diluar ekspektasiku. Jauh.
Aku gagu. Aku mulai membisu dan kadang tersenyum malu.
Iya, kamu begitu menawan, tuan. Sampai-sampai membuat aku membisu.
Lalu ketakutan sayup-sayup menghampiri, kalau-kalau kamu akan lai seperti mereka.
Kita berbincang banyak, tentang apa saja. Dan lalu kau mengantarku pulang dengan kondisi jantung berdegup dengan badainya.
Semakin hari, semakin akrab.
Semakin kesini, semakin tak tahu mana hati mana nadi.
Semua merusak saraf otak. Iya, pikiranku mulai kebanyakan kamu.
Aku masih ingat bagaimana pertama kali kau memegang tanganku,
Menatap mataku tajam,
Dan melempar senyum manja.
Juga, dimana pertama kalinya seorang lelaki memberiku sebuah bunga dengan cantiknya.
Sungguh, sungguh rasanya nadi dan hati ingin berhenti berfungsi.
Kamu mengoyak dan menggobrak semua dinding hati hingga rubuh.
Kamu sukses.
Padahal mereka-mereka yang berusaha mendapatkan hatiku, tak secuil pun dapat menarik perhatuianku.
Kita memang berbeda jalan, tuan.
Aku menyembah-Nya dengan sebuah sajadah suci,
Dan kau menyembah-Nya dengan nyanyian-nyanyian rohani.
Ketahuilah, aku mencintai perbedaan ini.
Semua berjalan dengan rapi, dengan apik.
Sampai akhirnya dimana titik itu datang, kau memintaku untuk menjadi bagian dari hidupmu, aku girang bukan kepalang.
Bibirku memang diam, namun mereka tersenyum malu karena tak mampu berkata.
Jantungku bahkan tak berdetak, melainkan menari dan berdansa.
Aku sulit menetapkan hati aku untuk berlabuh, tuan.
Namun aku memilihmu.
Pahamilah, ini berarti aku mencintaimu.
Tolong jangan pernah merobeknya,
Jangan merusaknya,
Dan jangan membuat air mata ini mengalir dengan derasnya.
Karena aku, aku memilih kamu,
Dan hati ini berhenti di kamu.